Home > Cerita Hot > Cerita Sex Sahabat Istriku
Cerita Sex Sahabat Istriku
Posted on Minggu, 24 Februari 2013 by Unknown
Cerita dewasa, cerita sex.cerita ngentot, seperti biasanya saya akan hadirkan cerita Dewasa terbaru uat anda. seperti pada postingan yang lalu saya sudah menceritakan tentang cerita dewasa tante girang hari ini tidak kalah serunya akan saya hadirkan cerita dewasa sex dengan sahabat istriku. Kejadiannya ketika aku sdh berkeluarga dan sudah memiliki 1 anak umur ±2
thn, usiaku kala itu 30 thn. Kami baru pindah ke sebuah kompleks
perumahan di kota S yg masih sangat baru. Belum banyak penghuni yg
menempatinya, malahan di gang rumahku (yg terdiri dari 12 rumah) baru 2
rumah yg ditempati, yaitu rumahku dan rumah Pras.
Pras juga sudah beristri, namanya Alina, tapi biasa dipanggil Lina.
Mereka belum punya anak sekalipun sudah menikah lebih dari 2 thn. Rumah
Pras hanya berjarak 2 rumah dari rumahku. Karena tidak ada tetangga yang
lain, kami jadi cepat sekali akrab.
Aku dan Pras jadi seperti
sahabat lama, kebetulan kami seumuran dan hobi kami sama, catur. Lina,
yang berumur 26 thn, juga sangat dekat dgn istriku, Winda. Mereka hampir
tiap hari saling curhat tentang apa saja, dan soal seks juga sering
mereka perbincangkan. Biasa mereka berbincang di teras depan rumahku
kalau sore sambil Winda menyuapi Aria, anak kami. Mereka sama sekali
tidak tahu kalau aku sering “menguping” rumpian mereka dari kamarku.
Aku
jadi banyak tahu tentang kehidupan seks Lina dan suaminya. Intinya Lina
kurang “happy” soal urusan ranjang ini dgn Pras. Bukannya Pras ada
kelainan, tapi dia senangnya tembak langsung tanpa pemanasan dahulu,
sangat konservatif tanpa variasi dan sangat egois. Begitu sudah
ejakulasi ya sudah, dia tidak peduli dgn istrinya lagi. Sehingga Lina
sangat jarang mencapai kepuasan dgn Pras. Sebaliknya istriku cerita ke
Lina kalau dia sangat “happy” dgn kehidupan seksnya. Dan memang,
sekalipun aku bukan termasuk “pejantan tangguh”, tapi aku hampir selalu
bisa memberikan kepuasan kepada istriku. Mereka saling berbagi cerita
dan kadang sangat mendetail malah. Sering Lina secara terbuka menyatakan
iri pada istriku dan hanya ditanggapi dgn tawa ter-kekeh² oleh Winda.
Wajah
Lina cukup cantik, sekalipun tidak secantik istriku memang, tapi
bodinya sungguh sempurna, padat berisi. Kulitnya yang putih juga sangat
mulus. Dan dalam berpakaian Lina termasuk wanita yang “berani” sekalipun
masih dalam batas² kesopanan. Sering aku secara tak sadar menelan ludah
mengaggumi tubuh Lina, diluar tahu istriku tentu saja. Sayang sekali
tubuh yang demikian menggiurkan jarang mendapat siraman kepuasan
seksual, sering aku berpikiran kotor begitu. Tapi semuanya masih bisa
aku tangkal dgn akal sehatku.
Jum’at petang itu kebetulan aku
sendirian di rumah. Winda, dan Aria tentu saja, paginya pulang ke rumah
orangtuanya di M, karena hari Minggunya adik bungsunya menikah.
Rencananya Sabtu pagi akan akan menyusul ke M. Kesepian di rumah
sendirian, setelah mandi aku melangkahkan kaki ke rumah Pras. Maksud
hati ingin mengajak dia main catur, seperti yang sering kami lakukan
kalau tidak ada kegiatan.
Rumah Pras sepi² saja. Aku hampir
mengurungkan niatku untuk mengetuk pintu, karena aku pikir mereka sedang
pergi. Tapi lamat² aku dengar ada suara TV. Aku ketuk pintu sambil
memanggil “Pras .. Pras,” Beberapa saat kemudian terdengar suara
gerendel dan pintu terbuka.
Aku sempat termangu sepersekian
detik. Di depanku berdiri sesosok perempuan cantik tanpa make-up dgn
rambut yang masih basah tergerai sebahu. Dia mengenakan daster batik
mini warna hijau tua dgn belahan dada rendah, tanpa lengan yang
memeperlihatkan pundak dan lengan yang putih dan sangat mulus.
“Eh
.. Mas Benny. Masuk Mas,” sapaan ramah Lina menyadarkan aku bahwa yang
membukakan pintu adalah Lina. Sungguh aku belum pernah melihat Lina
secantik ini. Biasanya rambutnya selalu diikat dengan ikat rambut, tak
pernah dibiarkan tergerai seperti ini.
“Nnng … Pras mana Lin?”
“Wah Mas Pras luar kota Mas.”
“Tumben Lin dia tugas luar kota. Kapan pulang?”
“Iya Mas, kebetulan ada acara promosi di Y, jadi dia harus ikut, sampai Minggu baru pulang. Mas Benny ada perlu ama Mas Pras?”
“Enggak kok, cuman pengin ngajak catur aja. Lagi kesepian nih, Winda ama Aria ke M.”
“Wah kalo cuman main catur ama Lina aja Mas.”
Sebetulnya
aku sudah ingin menolak dan balik kanan pulang ke rumah. Tapi entah
bisikan darimana yang membuat aku berani mengatakan: “Emang Lina bisa
catur?”
“Eit jangan menghina Mas, biar Lina cewek belum tentu
kalah lho ama Mas.” kata Lina sambil tersenyum yang menambah manis
wajahnya.
“Ya bolehlah, aku pengin menjajal Lina,” kataku dgn nada agak nakal.
Lagi² Lina tersenyum menjawab godaanku. Dia membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan aku duduk di kursi tamu.
“Sebentar ya Mas, Lina ambil minuman. Mas susun dulu caturnya.”
Lina
melenggang ke ruang tengah. Aku semakin leluasa memperhatikannya dari
belakang. Kain daster yang longgar itu ternyata tak mampu
memnyembunyikan lekuk tubuh Lina yang begitu padat. Goyangan kedua
puncak pantatnya yg berisi tampak jelas ketika Lina melangkah. Mataku
terus melekat sampai Lina menghilang di pintu dapur. Buru² aku ambil
catur dari rak pajangan dan aku susun di atas meja tamu.
Pas
ketika aku selesai menyusun biji catur, Lina melangkah sambil membawa
baki yang berisi 2 cangkir teh dan sepiring kacang goreng kegemaran aku
dan Pras kalau lagi main catur. Ketika Lina membungkuk meletakkan baki
di meja, mau tak mau belahan dada dasterya terbuka dan menyingkap dua
bukit payudara yang putih dan sangat padat. Darahku berdesir kencang,
ternyata Lina tidak memakai bra! Tampaknya Lina tak sadar kalau sudah
“mentraktir” aku dgn pemandangan yang menggiurkan itu. Dgn wajar di
duduk di kursi sofa di seberang meja.
“Siapa jalan duluan Mas?”
“Lina kan putih, ya jalan duluan dong,” kataku sambil masih ber-debar².
Beberapa
saat kami mulai asik menggerakkan buah catur. Ternyata memang benar,
Lina cukup menguasai permaian ini. Beberapa kali langkah Lina membuat
aku harus berpikir keras. Lina pun tampakya kerepotan dgn langkah²ku.
Beberapa kali dia tampak memutar otak. Tanpa sadar kadang² dia
membungkuk di atas meja yg rendah itu dgn kedua tangannya bertumpu di
pinggir meja. Posisi ini tentu saja membuat belahan dasternya terbuka
lebar dan kedua payudaranya yang aduhai itu menjadi santapan empuk kedua
mataku. Konsentrasiku mulai buyar.
Satu dua kali dalam posisi
seperti itu Lina mengerling kepadaku dan memergoki aku sedang menikmati
buah dadanya. Entah memang dia begitu tenggelam dalam berpikir atau
memang sengaja, dia sama sekali tidak mencoba menutup dasternya dgn
tangannya, seperti layaknya reaksi seorang wanita dalam kondisi ini. Aku
semakin berani menjelajah sekitar wilayah dadanya dengan sapuan
pandanganku. Aku betul² terpesona, sehingga permaian caturku jadi kacau
dan dgn mudah ditaklukkan oleh Lina.
“Cckk cckk cckk Lina memang hebat, aku ngaku kalah deh.”
“Ah
dasar Mas aja yang ngalah dan nggak serius mainnya. Konsentrasi dong
Mas,” jawab Lina sambil tersenyum menggoda. “Ayo main lagi, Lina belum
puas nih.” Ada sedikit nada genit di suara Lina.
Kami main lagi,
tapi kali ini aku mencoba lebih konsentrasi. Permainan berjalan lbh
seru, sehingga suatu saat ketika sedang berpikir, tanpa sengaja tanganku
menjatuhkan biji catur yg sudah “mati” ke lantai. Dengan mata masih
menatap papan catur aku mencoba mengambil biji catur tsb dari lantai dgn
tangan kananku. Rupa²nya Lina juga melakukan hal yg sama, sehingga
tanpa sengaja tangan kami saling bersenggolan di lantai.
Entah
siapa yang memulainya, tapi kami saling meremas lembut jari tangan di
sisi meja sambil masih duduk di kursi masing². Aku melihat ke arah Lina,
dia masih dalam posisi duduk membungkuk tapi matanya terpejam. Jari²
tangan kirinya masih terus meremas jari tangan kananku. Aku menjulurkan
kepalaku dan mencium dahi Lina dgn sangat mesra.
Dia sedikit
terperanjat dengan “langkah”ku ini, tapi hanya sepersekian detik saja.
Matanya masih memejam dan bibirnya yg padat sedikit terbuka dan melenguh
pelan,
“oooohhh …”
Aku tak menyia-nyiakan kesempatan ini.
Aku kulum lembut bibir Lina dengan bibirku, dia menyambutnya dgn
mengulum balik bibirku sambil tangan kanannya melingkar di belakang
leherku.
Kami saling berciuman dgn posisi duduk berseberangan
dibatasi oleh meja. Kulumam bibir Lina ke bibirku berubah menjadi
lumatan. Bibirku disedot pelan, dan lidahnya mulai menyeberang ke
mulutku. Aku pun menyambutnya dgn permainan lidahku.
Merasa tidak
nyaman dalam posisi ini, dgn sangat terpaksa aku lepaskan ciuman Lina.
Aku bangkit berdiri, berjalan mengitari meja dan duduk di sisi kiri
Lina. Belum sedetik aku duduk Lina sudah memeluk aku dan bibirnya yg
kelihatan jadi lebih sensual kembali melumat kedua bibirku. Lidahnya
terus menjelajah seluruh isi mulutku sepanjang yg bisa dia lakukan. Aku
pun tak mau kalah bereaksi. Harus aku akui bahwa aku belum pernah
berciuman begini “hot”, bahkan dgn istriku sekalipun. Rasanya seumur
hidup kami berciuman begini, sampai akhirnya Lina agak mengendorkan
“serangan”nya.
Kesempatan itu aku gunakan untuk mengubah arah
seranganku. Aku ciumi sisi kiri leher Lina yang putih jenjang merangsang
itu. Rintih kegelian yg keluar dari mulut Lina dan bau sabun yg harum
semakin memompa semangatku. Ciumanku aku geser ke belakang telinga Lina,
sambil sesekali menggigit lembut cuping telinganya. Lina semakin
menggelinjang penuh kegelian bercampur kenikmatan.
“Aaaahhhh … aaaahhhhh,” rintihan pelan yang keluar dari mulut Lina yang terbuka lebar seakan musik nan merdu di telingaku.
Lengan
kananku kemudian aku rangkulkan ke lehar Lina. Tangan kananku mulai
menelusup di balik dasternya dan merayap pelan menuju puncak buah dada
Lina yg sebelah kanan. Wow … payudara Lina, yang sedari tadi aku nikmati
dgn sapuan mataku, ternyata sangat padat. Bentuknya sempurna, ukurannya
cukup besar karena tanganku tak mampu mengangkup seluruhnya. Jari²ku
mulai menari di sekitar puting susu Lina yang sudah tegak menantang.
Dengan
ibu jari dan telunjukku aku pelintir lembut puting yang mungil itu.
Lina kembali menggelinjang kegelian, namun tanpa reaksi penolakan
sedikitpun. Dia menolehkan wajahnya ke kiri, dgn mata yang masih
terpejam dia melumat bibirku. Kami kembali berciuman dgn panasnya sambil
tanganku terus bergerilya di payudara kanannya. Reaksi kenikmatan Lina
dia salurkan melalui ciuman yg semakin ganas dan sesekali gigitan lembut
di bibirku.
Tangan kiriku aku gerakkan ke paha kiri Lina.
Darahku semakin mengalir deras ketika aku rasakan kelembutan kulit paha
mulus Lina. Lambat namun pasti, usapan tanganku aku arahkan semakin
keatas mendekati pangkal pahanya. Ketika jariku mulai menyentuh celana
dalam Lina di sekitar bukit kemaluannya, aku menghentikan gerakanku.
Tangan kiriku aku kembali turunkan, aku usap lembut pahanya mulai dari
atas lutut. Gerakan ini aku ulang beberapa kali sambil tangan kananku
masih memelintir puting kanan Lina dan mulut kami masih saling
berpagutan.
Ciuman Lina semakin mengganas pertanda dia
mengharapkan lebih dari gerakan tangan kiriku. Aku pun mulai meraba
bukit kemaluannya yang masih terbalut celana dalam itu. Entah hanya
perasaanku atau memang demikian, aku rasakan denyut lembut dari alat
kemaluan Lina. Dengan jari tengah tangan kiriku, aku tekan pelan tepat
di tengah bukit nan empuk itu. Denyutan itu semakin terasa. Aku juga
rasakan kehangatan disana.
“Aaahh … Mas Ben … aahhh .. iya .. iya,”
Lina
melenguh sambil sedikit meronta dan kedua tangannnya menyingkap daster
mininya serta menurunkan celana dalamnya sampai ke lututnya. Serta merta
mataku bisa menatap leluasa kemaluan Lina. Bukitnya menyembul indah,
bulu²nya cukup tebal sekalipun tidak panjang bergerombol hanya di bagian
atas. Di antara kedua gundukan daging mulus itu terlihat celah sempit
yang kentara sekali berwarna merah kecoklatan. Sedetik dua detik aku
sempat terpana dengan pemandangan indah yg terhampar di depan mataku
ini.
Kemudian jari² tangan kiriku mulai membelai semak² yg terasa
sangat lembut itu. Betul² lembut bulu² Lina, aku tak pernah
mambayangkan ada bulu pubis selembut ini, hampir selembut rambut bayi.
Lina mereaksi belaianku dengan menciumi leher dan telinga kananku. Kedua
tangannya semakin erat memeluk aku. Tangan kananku dari tadi tak
berhenti me-remas² buah dada Lina yang sangat berisi itu.
Jari²ku
mulai mengusap lembut bukit kemaluan Lina yang sangat halus itu.
Perlahan aku sisipkan jari tengah kiriku di celah sempit itu. Aku
rasakan sediit lembab dan agak berlendir. Aku menyusup lebih dalam lagi
sampai aku menemukan klitoris Lina yg sangat mungil dengan ujung jariku.
Dgn gerakan memutar lembut aku usap benda kecil yang nikmat itu.
“Ahhhh … iya … Mas .. Ben … ahhhh .. ahhhh.”
Jari
tengahku aku tekan sedikit lebih kuat ke klitoris Lina, sambil aku
gosokkan naik turun. Lina meresponsnya dengan membuka lebar kedua
pahanyan, namun gerakannya terhalang celana dalam yg masih bertengger di
kedua lututnya. Sejenak aku hentikan gosokan jariku, aku gunakan tangan
kiriku untuk menurunkan benda yang menghalangi gerakan Lina itu. Lina
membantu dgn mengangkat kaki kirinya sehingga celana dalamnya terlepas
dari kaki kirinya. Sekarang benda itu hanya menggantung di lutut kanan
Lina dan gerankan Lina sudah tak terhalang lagi.
Dgn leluasa Lina
membuka lebar kedua pahanya. Dari sudut pandang yang sangat sempit aku
masih bisa mengintip bibir kemaluan Lina yang begitu tebal merangsang,
hampir sama tebal dan sensualnya dgn bibir atas Lina yang masih menciumi
leherku. Jariku sekarang leluasa menjelajah seluruh kemaluan Lina yang
sudah sangat licin berlendir itu.
Aku gosok² klitoris Lina dgn
lebih kuat sambil sesekali mengusap ujung liang kenikmatannya dan aku
gesek keatas kearah klitorisnya. Aku tahu ini bagian yang sangat
sensitif dari tubuh wanita, tak terkecuali wanita molek yg di sampingku
ini. Lina menggelinjang semakin hebat.
“Aaaaaahhhhh …. Mas .. Mas ….. ahhhhh .. terus … ahhhhh,” pintanya sambil merintih.
Intensitas gosokanku semakin aku tingkatkan. Aku mulai mengorek bagian luar lubang senggama Lina.
“Iya … ahhh … iya .. Mas .. Mas .. Mas Ben.”
Lina
sudah lupa apa yang harus dia lakukan. Dia hanya tergolek bersandar di
sofa yang empuk itu. Kepalanya terdongak kebelakang, matanya tertutup
rapat. Mulutnya terbuka lebar sambil tak henti mengeluarkan erangan
penuh kenikmatan. Tangannya terkulai lemas di samping tubuhnya tak lagi
memelukku. Tangan kananku pun sudah berhenti bekerja karena merangkul
erat Lina agar dia tidak melorot ke bawah. Daster Lina sudah terbuka
sampai ke perutnya, menyingkap kulit yang sangat putih mulus tak
bercacat. Celana dalam Lina masih menggantung di lutut kanannya. Pahanya
menganngkang maksimal.
Jariku masih menari-nari di seluruh
bagian luar kemaluan Lina, yang semakin aku pandang semakin indah itu.
Aku sengaja belum nenyentuh bagian dalam lubang surganya. Kepala Lina
sekarang meng-geleng² kiri kanan dgn liarnya. Rambut basahnya yang sudah
mulai kering tergerai acak²an, malah menambah keayuan wajah Lina.
“Mas … Mas …. ahhhhh …. enak …. ahhhh nggak tahaaann .. ahhhh.”
Aku
tahu Lina sudah hampir mencapai puncak kenikmatan birahinya. Dengan
lembut aku mulai tusukkan jari tengahku ke dalam lubang vaginanya yg
sudah sangat basah itu. Aku sorongkan sampai seluruh jariku tertelan
lubang Lina yang cukup sempit itu. Aku tarik perlahan sambil sedikit aku
bengkokkan keatas sehingga ujung jariku menggesek lembut dinding atas
vagina Lina.
Gerakan ini aku lakukan berulang kali, masuk lurus
keluar bengkok, masuk lurus keluar bengkok, begitu seterusnya. Tak
sampai 10 kali gerakan ini, Tiba² Tubuh Lina menjadi kaku, kedua
tangannnya mencengkeram erat pinggiran sofa. Kepalanya semakin mendongak
kebelakang. Mulutnya terbuka lebar. Gerakanku aku percepat dan aku
tekan lebih dalam lagi.
“Aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhh.”
Lina
melenguh dalam satu tarikan nafas yang panjang. Tubuhnya sedikit
menggigil. Aku bisa merasakan jari tanganku makin terjepit kontraksi
otot vagina Lina, dan bersaman dgn itu aku rasakan kehangatan cairan yg
menyiram jariku. Lina telah mencapai orgasmenya. Aku tidak menghentikan
gerakan jariku, hanya sedikit mengurangi kecepatannya.
Tubuh Lina
masih menggigil dan menegang. Mulutnya terbuka tapi tak ada suara yg
keluar sepatahpun, hanya hembusan nafas kuat dan pendek² yg dia
keluarkan lewat mulutnya. Kondisi demikian berlangsung selama beberapa
saat. Kemudian tubuh Lina berangsur melemas, aku pun memperlambat
gerakan jariku sampai akhirnya dgn sangat perlahan aku cabut dari liang
kenikmatan Lina.
Mata Lina masih terpejam rapat, bibirnya masih
sedikit ternganga. Dgn lembut dan pelan aku dekatkan bibirku ke mulut
Lina. Aku cium mesra bibirnya yang sangat sensual itu. Lina pun
menyambut dgn tak kalah mesranya. Kami berciuman bak sepasang kekasih yg
saling jatuh cinta.
Agak berbeda dgn ciuman yg menggelora seperti sebelumnya.
“Nikmat Lin?” Dgn lembut aku berbisik di telinga Lina.
“Mas
Ben … ah … Lina blm pernah merasakan kenikmatan seperti tadi .. sungguh
Mas. Mas Ben sangat pinter … Makasih Mas … Winda sungguh beruntung
punya suami Mas.”
“Aku yg beruntung Lin, bisa memberi kepuasan kepada wanita secantik dan semulus kamu.”
“Ah Mas Ben bisa aja … Lina jadi malu.”
Seluruh
kejadian tadi sekalipun terasa sangat lama, tapi aku tahu sesungguhnay
tak lebih dari 5 menit. Oh, ternyata Lina wanita yang cepat mencapai
orgasme, asal tahu bagaimana caranya. Sungguh tolol dan egois Pras kalau
sampai tidak bisa memuaskan istrinya ini. Aku berpikir dalam hati.
Lina
kemudian sadar akan kondisinya saat itu. Dasternya awut²an, kemaluannya
masih terbuka lebar, dan celana dalamnya tersangkut di lutunya. Dia
segera duduk tegak, menurunkan dasternya sehingga menutup pangkal
pahanya. Gerakan yang sia² sebetulnya karena aku sudah melihat
segalanya. Akhirnya dia bangkit berdiri.
“Lina mau cuci dulu Mas.”
“Aku ikut dong Lin, ntar aku cuciin,” aku menggodanya.
“Ihhh Mas Ben genit.”
Sambil
berkata demikian dia menggamit tanganku dan menarikku ka kamarnya. Aku
tahu ada kamar mandi kecil disana, sama persis seperti rumahku. Sampai
di kamar Lina aku berkata:
“Aku copot pakaianku dulu ya Lin, biar nggak basah.”
Lina
tdk berkata apa² tetapi mendekati aku dan membantu melepas kancing
celanaku semantara aku melepaskan kaosku. Aku lepaskan juga celanaku dan
aku hanya memakai celana dalam saja. Lina melirik ke arah celana
dalamku, atau lebih tepatnya ke arah benjolan berbentuk batang yg ada di
balik celana dalamku. Aku maju selangkah dan mengangkat ujung bawah
daster Lina sampai keatas dan Lina mengangkat kedua tangannya sehingga
dasternya mudah terlepas.
Baru sekarang aku bisa melihat dgn
jelas tubuh mulus Lina. Sungguh tubuh wanita yang sempurna, semuanya
begitu indah dan proporsional, jauh melampaui khayalanku sebelumnya.
Payudara yang dari tadi hanya aku intip dan raba sekarang terpampang dgn
jelas di hadapanku. Bentuknya bundar kencang, cukup besar, tapi masih
proporsional dgn ukuran tubuh Lina yg sexy itu. Putingnya sangat kecil
bila dibanding ukuran bukit buah dadanya sendiri. Warna putingnya coklat
agak tua, sungguh kontras dgn warna kulit Lina yg begitu putih. Perut
Lina sungguh kecil dan rata, tak tampak sedikitpun timbunan lemak
disana. Pinggulnya sungguh indah dan pantatnya sangat sexy, padat dan
sangat mulus. Pahanya sangat mulus dan padat, betisnya tidak terlampau
besar dan pergelangan kakinya sangat kecil.
Rupa² Lina sadar kalau aku sedang mengagumi tubuhnya. Dgn agak malu² di berkata:
“Mas curang … Lina udah telanjang tapi Mas belum buka celana dalamnya.”
Tanpa
menunggu reaksiku, Lina maju selangkah, agak membungkuk dan
memelorotkan celana dalamku. Aku membantunya dgn melangkah keluar dari
celana ku. Tongkat kejantananku yg sedari tadi sudah berdiri tegak
langsung menyentak seperti mainan badut keluar dari kotaknya. Kami
berdua berdiri berhadapan sambil bertelanjang bulat saling memandangi.
Tak
tahan aku hanya melihat tubuh molek Lina, aku maju langusng aku peluk
erat tubuh Lina. Kulit tubuhku langsung bersentuhan dgn kulit halus
tubuh Lina tanpa sehelai benangpun yang menghalangi.
“Kamu cantik dan seksi sekali Lin.”
“Ah Mas Ben ngeledek aja.”
“Bener kok Lin.”
Sambil
berkata demikian aku rangkul Lina lalu aku bimbing masuk ke kamar
mandi. Aku semprotkan sedikit air dgn shower ke kemauluan Lina yg masih
berlendir itu. Kemudian tangan kananku aku lumuri dgn sabun, aku peluk
Lina dari belakang dan aku sabuni seluruh kemaluan Lina dgn lembut.
Rupanya Lina suka dgn apa yg aku lakukan, dia merapatkan punggungnya ke
tubuhku sehingga penisku menempel rapat ke pantatnya. Dgn gerakan lambat
dan teratur aku menggosok selangkangan Lina dgn sabun. Lina
mengimbanginya dgn mengggerakkan pinggulnya seirama dgn gerakanku.
Gesekan tubuhku dgn kulit halus mulus Lina seakan membawaku ke puncak
surga dunia.
Akhirnya selesai juga aku membantu Lina mencuci
selangkangannya dan mengeringkan diri dgn handuk. Sambil saling rangkul
kami kembali ke kamar dan berbaring bersisian di tempat tidur. Kami
saling berpelukan dan berciuman penuh kemesraan. Aku raba seluruh
permukaan tubuh mulus Lina, betul² halus dan sempurna. Lina pun beraksi
mengelus batang kejantananku yang semakin menegang itu.
Aku ingin
memberikan Lina kepuasan sebanyak mungkin malam ini. Aku ingin Lina
merasakan kenikmatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya dgn
seorang pria. Dan aku merasa sangat beruntung bisa melakukan itu krn,
dari cerita Lina ke Winda, aku tahu tak ada pria lain yg pernah
menyentuhnya kecuali Pras, dan sekarang aku.
Tubuh telanjang Lina
aku telentangkan, kemudian aku melorot mendekati kakinya. Aku mulai
menciumi betisnya, perlahan keatas ke pahanya yang mulus. Aku nikmati
betul setiap inci kulit paha mulus dan halusnya dgn sapuan bibir dan
lidahku. Akhirnya mulutku mulai mendekati pangkal pahanya.
“Ahhhhh Mas Ben …. ah .. jangan .. nanti Lina nggak tahan lagi .. ah.”
Sekalipun
mulutnya berkata “jangan” namun Lina justru membuka kedua pahanya
semakin lebar seakan menyambut baik serangan mulutku itu.
“Nikmati saja Lin …. aku akan memberikan apa yg tdk pernah diberikan Pras padamu.”
Aku
meneruskan jilatan dan ciumanku ke daerah selangkangan Lina yg sudah
menganga lebar. Aku lihat jelas bibir vaginanya yg begitu tebal dan
sensual. Perlahan aku katupkan kedua bibirku ke bibir bawah Lina. Sambil
“berciuman” aku julurkan lidahku mengorek ujung liang senggama Lina yg
merangsang dan wangi itu.
“Ahhhh …. Mas Ben … aaaaahhh .. please .. please.”
Begitu
mudahnya kata² Lina berubah dari “jangan” menjadi “please”. Bibirku aku
geser sedikit keatas sehingga menyentuh klitorisnya yg berwarna pink
itu. Perlahan aku julurkan lidahku dan aku menjilatinya ber-kali².
Sekarang Lina bereaksi tepat seperti yang aku duga. Dia membuka
selangkangannya semakin lebar dan menekuk lututnya serta mengangkat
pantatnya. Aku segera memegang pantatnya sambil me-remas²nya. Lidahku
semakin leluasa menari di klitoris Lina.
“Aaaaaahhhhhh …. enak Mas …. enak …. ahhhh .. iya …. ahhhh ahhhhh.”
Hanya
itu yang keluar dari mulut Lina menggambarkan apa yg sedang dia rasakan
saat ini. Aku semakin meningkatkan kegiatan mulutku, aku katupkan kedua
bibirku ke klitoris Lina yg begitu mungil, Aku sedot lambat² benda
sebesar kacang hijau itu.
“Maaaaasss …. nggak tahaaaan … ahhhhh .. Maassss.”
Dari
pengalamanku tadi memasturbasi Lina dgn jari aku tahu pertahanan Lina
tinggal setipis kertas. Lalu aku rubah taktik ku. Aku lepaskan tangan
kananku dari pantat Lina, kemudian jari tengahku kembali beraksi
menggosok klitorisnya. Lidahku aku julurkan mengorek seluruh lubang
kenikmatan Lina sejauh yg aku bisa. Sungguh luar biasa respon Lina.
Tubuhnya menegang membuat pantat dan selangkangannya semakin terangkat,
kedua tangannya mencengkeram kain sprei.
“AAAaaaaahhhhh … maaaaaaaaaaaaaassssssss.”
Bersamaan
dgn erangan Lina aku rasakan ada cairan hangat dan agak asin yg keluar
dari liang vaginanya dan langsung membasahi lidahku. Aku julurkan
lidahku semakin dalam dan semakin banyak cairan yg bisa aku rasakan.
Tiba²
Lina memberontak, segera menarik aku mendekatinya. Tangan kananku dia
pegang dan sentuhkan ke kemaluannya. Sambil matanya masih terpejam, dia
memeluk aku dan langsung mencium bibirku yang masih belepotan dgn lendir
kenikmatannya. Aku tahu apa yg dia mau. Aku biarkan bibir dan lidahnya
menari di mulutku menyapu semua sisa lendir yg ada disana. Jari tanganku
aku benamkan kedalam vaginanya dan aku gerakkan masuk keluar dgn cepat.
Tubuh Lina kembali menggigil dan vaginanya mengeluarkan cairan lagi.
Rupanya itu adalah sisa orgasmenya.
Kami masih berciuman sampai
tubuh Lina mulai melemas. perlahan aku angkat tangan kananku dari
selangkangannya, aku peluk dia dgn lembut. Bibirku perlahan aku lepaskan
dari cengkeraman mulut Lina.
Tubuh Lina tergolek lemah seakan
tanpa tulang. Matanya sedikit terbuka menatap mesra ke arahku. Bibirnya
sedikit menyungging senyum penuh kepuasan.
“Mas …. itu tadi luar biasa Mas … Lina belum pernah digituin … Mas Ben hebat .. makasih Mas … Lina hutang banyak ama Mas Ben.”
“Lin aku juga sangat senang kok bisa membuat Lina puas seperti itu.”
Sambil
aku kecup lembut keningnya. Mata Lina berbinar penuh rasa terima kasih.
Aku merasakan kenikmatan bathin yg luar biasa saat itu. Kami berbaring
telentang bersebelahan untuk beberapa saat. Penisku masih tegang
berdiri, tapi aku tidak hiraukan karena nanti pasti akan dapat giliran
juga.
Lina bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi.
Kali ini aku biarkan di membersihkan dirinya sendiri. Aku tetap
berbaring sambil mengenangkan keindahan yg baru aku alami. Tak berapa
lama Lina sudah kembali dan dia langsung berbaring di sampingku. Matanya
menatap lekat ke penisku seakan dia baru sadar ada benda itu disana.
“Mas Ben pengin diapain?” Lina bertanya manja.
“Terserah kamu Lin, biasanya ama Pras gimana dong?” Aku coba memancing
“Biasa ya langsung dimasukin aja Mas. Lina jarang puas ama dia.”
“Oh … terus Lina penginnya gimana?”
“Ya kayak ama Mas Ben tadi, Lina puas banget. … Lina pengin cium punya Mas Ben boleh nggak?”
“Emang Lina belum pernah?”
“Belum Mas,” agak jengah dia menjawab, “Mas Pras nggak pernah mau.”
“Ya silahkan kalau Lina mau.”
Tanpa
menunggu komando Lina segera merangkak mengarahkan kepalanya mendekati
selangkanganku. Dia pegang batang penisku, dia mengamati dari dekat
sambil sedikit melakukan gerakan mengocok. Sangat kaku dan canggung.
“Ayo Lin ,, aku ngak apa² kok. Kalau Lina suka, lakuin apa yg Lina mau.”
Dgn
penuh keraguan Lina mendekatkan mulutnya ke kepala penisku. Pelan² dia
buka bibirnya dan memasukkan helmku kedalam mulutnya. Hanya sampai
sebatas leher kemudian dia sedot perlahan. Dia tetap melakukan itu untuk
beberapa saat tanpa perubahan. Tentu saja aku tidak bisa merasakan
sensasi yg seharusnya. Rupanya dia benar² belum pernah melakukan oral ke
penis lelaki.
Dgn lembut aku pegang tangan kiri Lina. Aku
genggam jemarinya yg lentik dan aku tarik mendekat ke mulutku. Aku
pegang telunjuknya kemudian aku masukkan ke dalam mulutku. Aku gerakkan
masuk keluar dgn lambat sambil sesekali aku jilat dgn lidahku saat jari
lentiknya masih dalam mulutku. Lina segera paham bahwa aku sedang
memberi “bimbingan” bagaimana seharusnya yg dia lakukan. Tanpa ragu dia
mempraktekkan apa yg aku lakukan dgn jarinya.
Batang penisku
dimasukkan kedalam mulutnya, kemudian kepalanya di-angguk²kan sehingga
senjataku tergesek keluar masuk mulutnya yg sensual itu. Sekalipun masih
agak canggung tapi aku mulai bisa merasakan “pelayanan” yg diberikan
Lina kepadaku. Semakin lama dia semakin tenang dan tdk kaku lagi. Kadang
dia mainkan lidahnya di sekeliling kepala penisku dalam mulutnya. Wow
.. dlm sekejap Lina sudah mulai ahli dalam oral sex.
Sepertinya
Lina sendiri mulai bisa merasakan sensasi dari apa yg dia lakukan dgn
mulut dan lidahnya. Dia mulai berani bereksperiman. Kadang dia keluarkan
penisku dari mulutnya, menciumi batangnya kemudian memasukkannya
kembali. Sesekali dia hanya menghisap kepalanya sambil mengocok batang
kemaluanku. Aku mulai merasakan rangsangan dan ikut menikmati permainan
mulut Lina.
“Gimana Lin rasanya?”
“Mas… Lina merasakan rangsangan yg luar biasa, Penisnya Mas enak .. Lina suka.”
Aku
bangkit berdiri di atas kasur sambil bersandar di dinding kepala
ranjang. Lina langsung tahu harus bagaimana. Dia duduk bersimpuh di
hadapanku dan kembali menghisap penisku. Kepalanya tetap digerakkan maju
mundur. Dan sekarang dia menemukan cara baru. dia menjepit batang
penisku diantara kedua bibirnya yg terkatup. Kemudian dia
meng-angguk²kan kepalanya. Wow … sungguh Lina cepat belajar dalam hal
beginian. Batang dan kepala penisku dia gesek degn bibir tebalnya yg
terkatup. Aku membantu dia dengan menggerakkan pantatku maju mundur.
“Ohhh Lin …. mulutmu enak sekali … terus Lin.”
“Mas Ben suka? Winda sering ya giniin Mas Ben?”
“Iya
Lin … tapi aku lebih suka kamu … bibirmu seksi sekali .. ooohhh Lin ..
Winda juga suka .. isep bolaku dan jilati semuanya Lin .. ohhh.”
Lina
rupanya nggak mau kalah, dia segera melepaskan batang penisku dari
mulutnya dan mulai menjilati dan menghisap bola kembarku. Tangannya
sambil mengocok batang kelakianku. Oh sungguh nikmat. Aku belai rambut
Lina dan aku usap kepalanya. Lina suka sekali dan dia masih terus
menggerayangi seluruh selangkanganku dgn lidahnya. Rasanya sungguh
nikmat.
Kemudian kami berganti posisi. Aku kembali tidur
telentang dan Lina aku minta merangkak diatasku dengan posisi kepala
terbalik. Kami di posisi 69 dan ini adalah salah satu favoritku. Lina
sekarang sudah cukup mahir dalam oral sex. Dia segera mengulum batang
penisku, aku pun mulai menjilati baginanya. Dengan posisi ini liang
kenikmatan Lina sangat terbuka dihadapanku dan aku lebih leluasa
menikmati dgn bibir dan lidahku.
Aku jilat dan hisap klitoris
Lina yg sudah menantang dan jariku mengorek liang senggamanya. Sesekali
aku cuimi bibir vaginanya yang begitu merangsang. Lina pun tak mau
kalah, dia melakukan segala cara yg dia tahu terhadap tongkat
kejantananku. Dia mainkan pakai lidah, dia kocok sambil dia hisap, dia
mainkan kepala penisku mengitari kedua bibirnya. Sungguh nikmat sekali.
Tak
terlalu lama aku mulai merasakan bahwa Lina sudah tdk bisa menahan
lagi, Pantatnya mulai bergoyang limbung kegelian, namun aku menjilati
terus klitorisnya sambil jariku me-nusuk² liang kenikmatannya. Akhirnya
Lina sampai juga di puncak nikmatnya. Tubuhnya menegang, gerakan
anggukan kepalanya sambil menghisap penisku semakin menggila. Tubuhnya
gemetaran tapi dia tetap tak rela melepas penisku dari mulutnya. Aku
semakin giat mencium klitorisnya dan mengorek vaginanya dgn jariku.
Tubuh Lina tiba² mematung dan aku rasakan cairan hangat meleleh keluar
dari liang senggamanya.
Aku langsung menutup lubang vagina Lina
dgn mulutku dan membiarkan cairan kenikmatannya membasahi lidahku.
Rasanya asin tapi sama sekali tidak amis sehingga aku tak ragu menelan
cairan itu sampai tandas.
Kemudian perlahan aku mulai lagi
menciumi dan menjilati seluruh permukaan vagina Lina. Otot Lina sudah
agak mengendur juga. Dia mulai lagi melakukan segala eksperimen dgn
mulut dan lidahnya ke penisku. Kami mulai lagi dari awal. Perlahan namun
pasti, Lina mulai mendaki lagi puncak kenikmatan birahinya.
Aku
tangkupkan kedua tanganku ke bukit pantat Lina dan mulai membelai dan
meremas lembut. Lina menanggapinya dgn sedotan panjang di penisku.
Lidahku kembali menelusuri segala penjuru selangkangan Lina. Beberapa
saat kemudian aku mulai merasakan tubuh Lina kembali gemetaran. Aku cium
bibir bawahnya dan aku sorongkan lidahku sedalam munggkin ke dalam
guanya yg merangsang.
Aku juga mulai merasa kalau pertahananku
mulai goyah dan bendunganku akan segera ambrol. Lina mempercepat gerakan
kepalanya dan akupun menghisap makin kuat vaginanya. Aku sudah tak kuat
menahan amarah spermaku dan …
“Croooottsss crooots croots.”
Lahar
hangatku menyembur didalam mulut Lina. Untuk sedetik Lina agak kaget
tapi dia cepat tanggap. Dia segera mempercepat gerakan kepalanya sambil
menelan seluruh air maniku.
“Croots .. croots.”
Sisa
maniku kembali menyembur, dan kali ini Lina menyambutnya dgn hisapan
kuat di penisku, seakan ingin menyedot apa yg masih tersisa didalam
sana. Aku merasakan nikmat yg luar biasa. Ekspresi kenikmatan ini aku
lampiaskan dengan semakin gila menjilati dan menyedot vagina Lina.
Rupanya Lina juga sudah hampir mancapai klimaksnya. Belaian lidahku di
mulut vaginanya membuat puncak itu semakin cepat tercapai. Akhirnya
sekali lagi tubuh Lina menegang dan cairan hangat kembali meleleh dari
kawahnya. Lidahku kembali menerima siraman lendir kenikmatan itu yg
segera aku telan.
Beberapa saat kemudian, dgn enggan Lina bangkit
dan berbaring telentang disampingku. Penisku, walaupun masih berdiri,
tapi sudah tidak setegak tadi. Lina memelukku dgn manja dan kami
berciuman dgn mesra.
“Lin … gimana? .. puas? … sorry tadi aku nggak tahan keluar di mulut kamu.”
“Lina
puas sekali Mas .. sampai dua kali gitu lho …. Lina suka sperma Mas Ben
… asin² gimana gitu. Kapan² boleh minta lagi dong Mas,” Lina mulai
keluar kenesnya.
“Boleh aja Lin ,,, asal disisain buat Winda .. hehehe,”
Lina mencubit genit lenganku.
“Ihhh … Mas Ben … paling bisa deh … emang Mas sering gaya gituan dgn Winda?”
Aku tahu Winda juga sering bercerita soal kegiatan sex kami ke Lina jadi aku yakin Lina sudah tahu juga.
“Enggak lah … ini baru pertama dgn kamu Lin.”
“Ah Mas bohong .. Winda kan sering cerita ke Lina, katanya Mas Ben pinter ngeseks. Makanya diam² Lina pengin main ama Mas.”
“Udah kesampian kan keinginanmu Lin.”
“Iya sih … tapi Mas jangan marah ya … Lina sering bayangin kita main bertiga dgn Winda .. Mas mau nggak?”
Kaget
juga kau mendengar keinginan Lina ini. Jujur saja aku juga sering
berfantasi membayangkan alangkah nikmatnya bercinta dgn Winda dan Lina
sekaligus. Tapi tentu saja aku tak pernah berani ngomong dgn Winda. Bisa
pecah Perang Dunia III, lagi pula itu kan hanya fantasi liar saja.
“Mau sih Lin .. tapi kan nggak mungkin … Winda pasti marah besar.”
“Iya ya … Winda kan orangnya agak alim.”
Kami
terus berbincang hal² demikian sampai kira² 10 menit. Kemudian dgn
malas kami ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Di kamar mandi kami
saling menyabuni dan saling membersihkan tubuh kami. Aku jadi semakin
mengagumi tubuh Lina. Tak ada segumpal lemakpun di tubuhnya dan semuanya
padat berisi.
Setelah mengeringkan diri kami kembali ke atas
ranjang dan berpelukan mesra. Sambil saling berciuman aku mulai
menggerayangi tubuh molek Lina, Tak bosan²nya aku meremas dan mengusap
buah dadanya yg sangat segar itu. Perlahan aku mulai menghujani leher
dan pundak Lina dgn ciumanku. Tak sampai disitu saja, mulutku mulai aku
arahkan ke dada Lina.
Buah dadanya yg tegak mulai aku cium dan aku gigit² lembut. Lina sangat menyukai apa yg aku lakukan.
“Ahhhh … iya Mas …. disitu Mas … ahhhhh Lina terangsang Mas.”
Lidahku
menjilati puting susunya yg mungil dan keras itu. Lina semakin
menggelinjang. Tangannya menyusup ke bawah ke selangkanganku.
Dipegangnya batang kemaluanku yg masih agak lemas. Dia permainkan
penisku dgn jari²nya yg lentik. Mau tak mau burungku mulai hidup
kembali. Lina dgn lembut mengocok tongkat kelakianku.
Sambil
masih mengulum putingnya, tangan kananku kembali bergerilya di daerah
kemaluan Lina. Jariku aku rapatkan dan aku tekan bukit kemaluan Lina
sembari aku gerakkan memutar. Dia juga menimpali dgn menggoyangkan
pantatnya dgn gerakan memutar yg seirama.
“Mas …. aaahhhh Mas …. enak Mas … ahhh terus … iya.”
Sambil
mendesah dia menarik pantatku mendekat ke kepalanya. Akhirnya aku
terpaksa melepaskan hisapanku di putingnya dan duduk berlutut di
sisinya. Lina terus menekan pantatku sampai akhirnya mulutnya mencapai
batang kemaluanku yg sudah tegak menantang. Tangan kiriku aku tampatkan
dibelakang kepalanya untuk menyangga kepalanya yg agak terangkat.
Penisku kembali dia kulum dan jilati.
“Oooh Lin … enak Lin … aku suka Lin …”
Aku
pun menggerakkan pantatku maju mundur. Lina membuka lebar mulutnya dan
menjulurkan lidahnya sehingga batang penisku meluncur masuk keluar
mulutnya ter-gesek² lidahnya. Sungguh luar biasa apa yang aku rasakan
saat itu.
Sementara itu tangan kananku terus menekan dan memutar
bukit vagina Lina. Kadang jariku aku selipkan ke celah sempit diantara
kedua bukit itu dan mengusap klitoris Lina.
“Ahhh Mas … Lina nggak tahan Mas … ahhhhh .. iya …. aaahhhh.”
Aku
segera merubah posisi. Kedua tangan Lina aku letakkan di belakang
lututnya dan membuka kedua lututnya. Aku angkat pahanya sehingga liang
vaginanya menganga menghadap ke atas. Lina menahan dengan kedua tangan
di belakang lututnya. Aku duduk bersimpuh di hadapan lubang kemaluan
Lina. Penisku aku arahkan ke lubang yg sudah menganga itu.
Aku
tusukan kepala penisku ke mulut lubang dan aku tahan disana. kemudian
dgn tangan kananku aku gerakkan penisku memutari mulut liang senggama
Lina.
“Maassss .. ahhhhh … nggak tahan … ayo … ahhhhhh.”
Aku
sengaja tdk mau terlalu cepat menusukkan batang kejantananku ke gua
kenikmatan Lina. Aku gesek²an kepala penisku ke klitoris Lina. Dia
semakin menggelinjang menahan nikmat. Akhirnya tanggul Lina bobol juga.
Tak heran, dengan gosokan jari saja dia tadi bisa mencapai orgasme
apalagi ini dgn kepala penisku, tentu rangsangannya lebih dahsyat.
“Aaaaaaahhhhhhhhhhhhhh ahhhhhhhhhhhhh Massssssss.”
Rintihan
itu sekaligus menandai melelehnya cairan bening dari liang vaginanya.
Lina kembali mengalami puncak orgasme hanya dgn gosokan di klitorisnya.
Kali ini aku masukkan batang penisku seluruhnya kedalam gua
kenikmatannya. Aku berbaring telungkup diatas tubuh molek Lina sambil
menumpkan berat badanku di kedua sikuku. Aku cium lembut mulutnya yg
masih terbuka sedikit. Lina membalas ciumanku dan mengulum bibirku.
Aku biarkan senjataku terbenam dalam lendir kehangatannya. Di telinganya aku bisikan:
“Lin … nikmat ya …”
“Oh Mas … Lina sampai nggak tahan … nikmat Mas ..”
Perlahan
dgn gerakan yg sangat lembut aku mulai memompa batang penisku ke dalam
lubang senggama Lina yg sudah basah kuyup. Aku tahu Lina pasti bisa
orgasme lagi dan kali ini aku ingin merasakan semburan lumpur panas di
batang kemaluanku.
“Ayo Lin …. nikmati lagi … jangan ditahan .. aku akan pelan².”
“Ahhhh .. iya Mas …. Lina pengin lagi .. ahhhhh.”
Masih
dgn sangat pelan aku pompa terus tongkat kelakianku ke liang vagina
Lina yg ternyata masih sempit untuk ukuran wanita yang sudah menikah 2
thn. Buah dada Lina yg menyembul tegak meng-gesek² dadaku ketika aku
turun naik. Sungguh sensasi yang luar biasa. Sengaja aku gesekkan dadaku
ke payudaranya.
“Aaaahhhhh … ahhhhhhh … iya … ahhhhh .. Lina terangsang lagi Mas … iya …. .”
Kali
ini aku pompa sedikit lebih kuat dan cepat. Lina menanggapinya dgn
memutar pantatnya sehingga penisku rasanya seperti di peras² dalam liang
vaginanya. Gerakkan Lina semakin liar, Tangannya sudah tidak lagi
menahan lutut tapi memegang pantatku dan menekannya dengan keras ke
tubuhnya.
“Aaaaahhhhhh …. Mas ….. aaaahhhhhhh”
Aku semakin
kencang dan dalam memompa pantatku. Mata Lina sudah terpejam rapat,
kepalanya meng-geleng² liar ke kiri ke kanan seperti yang dia lakukan di
sofa tadi. Gerakannya semakin ganas dan …
“Aaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh hhhhhhhhhhhhhhhh ………”
Dia
melenguh panjang sambil menegangkan seluruh otot di tubuhnya. Aku
menekan dalam² penisku ke lubang senggamanya. Jelas aku rasakan aliran
hangat di sekujur batang kemaluanku. Tubuh Lina maish terbujur kaku. Aku
pun menghentikan seluruh gerakanku sambil terus menekan liang vaginanya
dgn penisku. Beberapa saat sepertinya waktu terhenti. Tidak ada suara,
tidak ada gerakan dari kami berdua. Aku memberi kesempatan kepada Lina
untuk menikmati klimaks yg barusan dia dapat.
Akhirnya badan Lina
mulai mengendur. Tangannya membelai lembut kapalaku. Bibirnya mencari
bibirku untuk dihadiahi ciuman yang sangat lembut dan panjang.
“Mas …. Lina sungguh nikmat …. Mas Ben jago deh … Mas belum keluar ya?”
“Jangan pikirkan aku Lin …. yang penting Lina bisa menikmati kepuasan.”
Kemudian
dgn lambat aku mulai memompa lagi. Liang senggama Lina terasa sangat
licin dan agak sedikit longgar. Selama beberapa saat aku terus memompa
lambat².
“Aaaahhhhhh … iya .. iya …. Mas …. Lina mau lagi .. iya … ahhhh”
Lina
kembali memutar pantatnya mengiringi irama pompaanku. Dia mulai
men-desah² penuh kenikmatan.Aku cabut batang kemaluanku dari vagina
Lina. Aku lalu berbaring telentang di sebelahnya.
“Kamu diatas Lin.”
Lina
segera berjongkok diatas selangkanganku, Aku arahkan kepala penisku ke
lubangnya. Lina kemudian duduk diatas tubuhku dan bertumpu pada kedua
lututnya. Pantatnya mulai bergerak maju mundur.
“Ayo Lin … kamu sekarang yg atur .. ohhh iya nikmat Lin.”
Lina
semakin bersemangat memajumundurkan pantatnya. Kedua payudaranya
berguncang indah dihadapanku. Secara reflek kedua tanganku meremas bukit
daging yg mulus itu. Tangan Lina dia letakkan dibelakang pantatnya
sehingga tubuhnya agak meliuk kebelakang membuat dadanya semakin
membusung.
“Ohhh Lin … susumu sexy sekali … terus Lin … ohhhh … lebih keras Lin.”
“Aaaaahhhh Mas … Lina sudah mau sampai lagi … ahhhhh ahhhhhh Mas”
“Ayo Lin …. terus Lin … cepat …. ohhhhh iya .. iya Lin … memekmu enak sekali.”
“Mas .. ahhhh … Lina nggak tahan … puasi Lina lagi mas .. ahhhh.”
Gerakan
pantat Lina semakin cepat dan semakin cepat. Aku merasa penisku
ter-gesek² dinding vagina Lina yg sempit dan licin itu. Dengan sekuat
tenaga aku mencoba menahan agar aku tidak ejakulasi. Pertahananku
semakin rapuh.
“Lin … oooohhhh Lin …. aku nggak tahan … ohhh Lin …. enak … enak.”
“Ahhhh … ayo .. Mas ….. Lina juga udah nggak tahan … sekarang mas .. ahhh sekarang.”
Tepat pada detik itu bendunganku ambrol tak mampu menahan terjangan spermaku yg menyemprot kuat.
“Oooooooohhhhhhh Lin ….. crooots crooots croots”
“Aaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhh Mas …. ahhhhhhhhhhh ..”
Kami
mencapai puncak kenikmatan ber-sama². Penisku terasa hangat dan aku
yakin Lina juga merasakan hal yg sama di dalam vaginanya. Lina masih
duduk diatasku tapi sudah kaku tak bergerak. Vaginanya dihujamkan dalam
melahap seluruh batang kemaluanku.
“Oooohhh Lin …. nikmat sekali .. makasih Lin .. kamu pinter membuat aku puas.”
Akugapai
tubuh Lina dan aku tarik menelungkup diatas tubuhku. Buah dadanya yg
masih keras menghimpit dadaku. Aku ciumin seluruh wajahnya yang mulai
ditetesi keringat.
“Mas … ahhhhh … Lina sungguh puas Mas … ”
Kemudian kami berbaring sambil berpelukan. Badan kami mulai terasa penat tapi bathin kami sangat puas.
Hari
sudah beranjak malam. Diselingi makan malam berdua, kami memadu kasih
beberapa kali lagi. Atau lebih tepatnya Lina mengalami orgasme beberapa
kali lagi sedangkan aku hanya sekali lagi ejakulasi, Segala gaya kami
coba, bahkan aku sempat “membimbing” Lina untuk memuaskan dirinya
sendiri dengan jari²nya yg lentik itu. Aku betul² puas dan senang bisa
membuat wanita secantik Lina bisa mencapai sekian kali orgasme.
Tak
terasa jarum jam terus bergeser dan jam setengah sebelas malam aku
meninggalkan rumah Lina. Sebetulnya Lina meminta aku bisa bermalam
menemani dia, tatapi aku ingat keesokan harinya aku masih harus menyetir
lebih dari 4 jam ke kota M menyusul istri dan anakku tercinta. Maaf
Winda, aku telah mereguk madu kepuasan bersama sahabatmu, Alina
Category Article Cerita Hot
One Response to “Informasi Terbaru”
Saya ingin berbagi cerita kepada anda bahwa dulunya saya ini cuma seorang
penjual es kuter kelilin tiap malam. pendapatannya tidak seberapa dan
tidak pernah cukup dalam kebutuhan keluarga saya,, suatu hari saya dapat
informasi dari teman bahwa MBAH SUGEL bisa memberikan angka ritual/goib.100% tembus.
akhirnya saya ikuti 4D nya dan alhamdulillah meman bener-bener terbukti tembus.
saya sangat berterimakasih banyak kpd MBAH SUGEL.atas bantuan MBAH saya sekaran
sudah bisa mencukupi kebutuhan keluarga saya bahkan saya juga sudah buka
usaha matrial dan butik pakaian muslim.!!!
Jika anda mau buktikan silahkan hub MBA SUGEL dinomor ;
(085.340.790.799) insya allah dijamin 100% tembus.